1. Banyak orang menyaksikan kematian tapi mereka
lupa bahwa diri mereka sendiri akan mati. Bahkan jika pun mereka berkata, “Kita
akan menyusul”, tetap saja mereka lupa. Hati telah terisi penuh dengan dunia.
Dan manusia hanya akan kehilangan dirinya sendiri.
2. Bagaimana mungkin
seorang aktor pemeran orang kaya bangga dengan kekayaan tokoh yang
diperankannya? Dan bagaimana mungkin seorang aktor pemeran orang miskin bisa
merasa hina dan berputus asa dengan kemiskinan tokoh yang diperankannya? Tapi
banyak aktor yang lupa bahwa mereka hanya sedang bermain peran. Dan banyak
penonton yang ikut tertipu dengan permainan peran itu.
3. Mayoritas manusia
memang aneh. Setiap hari mereka mengejar sesuatu yang kelak hanya akan
disesalinya. Dan bagi mereka yang telah tahu akan bahaya penyesalan itu, mereka
pun malas berjuang untuk bisa terbebas darinya (dari rasa sesal abadi itu).
4. Begitu banyak orang
berkelahi hingga saling bunuh untuk memperebutkan kesenangan dunia. Tapi tak
ada ceritanya orang sampai berkelahi untuk memperebutkan kesenangan akhirat.
Sebab, dunia itu sempit sehingga para pemburunya mudah saling bersinggungan.
Sedangkan akhirat itu luas sehingga para pemburunya yakin bahwa mereka akan
meraih bagiannya masing-masing seluas langit dan bumi, serta yang lebih dari
itu.
5. Jika hati anda gelisah,
maka anda akan mencurahkannya kepada orang terdekat yang anda percayai. Tapi
bagaimana jika orang itu juga dalam keadaan gelisah?
6. Terlalu
banyak melihat masa depan membuat seseorang ketakutan atau sering
berangan-angan. Terlalu banyak menengok masa lalu membuat seseorang bersedih
atau bernostalgia belaka. Tapi tanpa melihat masa depan dan menengok masa lalu
bisa membuat seseorang tak ada nilainya di masa kini. Dan dia pun akan hilang
di telan waktu.
7. Di dalam hati seseorang
ada sesuatu yang selalu dilihatnya dengan mata, ada sesuatu yang selalu
didengarnya dengan telinga dan ada sesuatu yang selalu diucapkannya dengan
lisan. Tapi hati itu sendiri tak boleh diisi dengan nama dunia. Ia hanya boleh
diisi dengan nama Tuhannya Yang Esa. Maka haruskah seseorang dibutakan,
ditulikan, dan dibisukan saja, agar yang bekerja hanyalah hatinya?
8. Jika kita salah tingkah
dengan kehadiran orang-orang yang lebih berkedudukan daripada kita atau
orang-orang yang memiliki tempat di salah satu ruang di dalam hati kita, maka
mungkin kita belum benar-benar mengenal Allah.
9. Alangkah susahnya
menjadi pemalu. Ia akan sulit bergaul dengan masyarakatnya. Tapi alangkah
meruginya orang yang terlalu banyak bergaul. Ia lupa akan hakikat pergaulan itu
dan ia pun bisa kehilangan rasa malunya.
10. Jangan sampai anda
jatuh cinta. Sebab, “jatuh cinta” atau fall in love itu
gambaran diri manusia lemah. Lihatlah seseorang yang jatuh cinta. Ia ‘kan
mengukir hari-harinya dalam kesedihan dan kerinduan mendalam. Ia tenggelam
dalam lamunan, tertawa, tersenyum dan menangis begitu saja; ia menjadi gila
karena cinta. Karenanya, raihlah sensasi rise in love (naik,
bangkit, dan meninggi dalam cinta). Sebab, cinta itu hakikat nan agung dan
mulia. Ia adalah impresi sekaligus ekspresi seorang hamba yang terikat kuat
dengan Dzat yang menakdirkannya punya rasa cinta. Dengan cinta, hidup ‘kan
meninggi menuju kemuliaan sejati. Segenap insan dalam kehidupan kita akan
merasakan berkah mulia dari cinta itu. Maka mohonlah cinta kepada-Nya. “Allahumma
innaa nas-aluka hubbaka, wa hubba man yuhibbuka, wa hubba ‘amalin yuqarribunaa
ilaa hubbika (Ya Allah, kami mohon cinta-Mu, cinta orang-orang yang
mencintai-Mu, dan cinta amal-amal yang mendekatkan kami kepada cinta-Mu), Ya
Dzal Jalaali wal Ikraam.”
11. Ketika seorang hamba
merenung dalam kesendirian, dan ia teringat kepada-Nya, maka saat itu ia akan
merasakan sensasi luar biasa. Kulitnya bergetar; tubuhnya bergoncang; lisannnya
terus mengucap tasbih, tahmid, takbir, istighfar dan doa; mengalir deras air
mata kecintaan; dan hatinya pun bertaubat, ia kembali pada Tuhannya. Di
saat-saat itulah ia merasakan sensasi keimanan. Dan di saat-saat itulah apa
yang dipikirkannya bisa sangat bersesuaian dengan kenyataan. Maka,
“Berhati-hatilah dengan firasat mu’min!”.
12. Jadikanlah rangkaian
hidup anda menuju ke arah tujuan abadi dan jangan bercabang-cabang dalam
mencari simpati. Niscaya usia yang singkat akan menjadi panjang. Ia akan
sepanjang sejarah kehidupan manusia, bukan sesingkat bilangan usia itu sendiri.
Dan pekerjaan kecil akan menjadi besar, serta kesuksesan atau kegagalan
sama-sama menjadi keberuntungan dan kebahagiaan yang nyata.
13. Kecewa terhadap keadaan
atau tingkah laku seseorang menunjukkan tidak sejalannya harapan kita dengan
kenyataan. Jika kita mudah kecewa dengan kekecewaan mendalam yang tersalurkan
dalam duka hati berkepanjangan, maka mental yang kita miliki adalah mental
ingin dilayani. Sebaliknya, jika kita sering membuat orang lain kecewa, maka
itu menunjukkan bahwa kita gagal menjadi pelayan bagi mereka. Seringkali
sempitnya hati menjadi faktor yang mengaburkan keikhlasan kita sebagai pemimpin
atau yang dipimpin.
14. Jika kita terhalang
untuk menerima nasihat orang lain hanya karena ia berbeda dengan kita atau
karena kita menganggap dirinya tidak lebih baik daripada kita, maka akuilah
bahwa hawa nafsu telah berkuasa atas hati dan pikiran kita. Dan waspadalah!
Apabila kita terus menerus demikian, maka kita sedang memelihara kebodohan.
15. Jika
adanya kita sama dengan tiadanya kita, maka kita adalah orang yang tiada
bermakna. Dan jika tiadanya kita lebih baik daripada adanya kita, pasti kita
adalah problem maker. Bila kita mengambil untung dari masalah,
mungkin kita hanyalah problem speaker atau problem
trader yang menyedihkan. Karenanya, jadilah kita problem
solver, seorang yang bermakna bagi kehidupan. Jika kita ada, menghadirkan
kebahagiaan. Dan jika kita tiada, kehadirannya dirindukan. Namun yang
terpenting bagi kita, kita tak ingin memasukkan “kebahagiaan” dan “kerinduan”
itu dalam kalkulasi pengorbanan kita.
16. Saat kita berbuat baik,
seringkali kita mengharap balasan atas perbuatan baik itu. Jika kita renungkan
dengan kesadaran yang menembus batas-batas dunia, maka bukankah kebaikan yang
kita perbuat itu merupakan karunia yang Allah limpahkan untuk kita?
17. Semata-mata menangkap
peluang untung seraya meninggalkan kebersamaan yang di dalamnya kita terhitung
adalah sesuatu yang buntung. Tapi tenggelam dalam kebersamaan seraya lupa untuk
terus menggali potensi diri yang dalam adalah juga sesuatu yang kelam. Untung
kita bersama, bersama kita untung.
18. Jika anda menerima
kiriman sebuah foto yang di dalamnya ada gambar anda dan teman-teman anda, maka
gambar siapakah yang pertama kali menjadi pusat perhatian anda? Ya, pasti
gambar anda yang pertama kali anda cari dan perhatikan. Begitulah seharusnya
jika anda mendapati sebuah pemandangan global dalam kehidupan ini. Begitulah
semestinya jika ada ketidakberesan di dekat anda. Begitulah selayaknya jika
anda ingin melontarkan kritik atau hendak menyalahkan orang lain dan mencela
keadaan. Maka berpikirlah dua kali jika anda ingin menyalahkan orang dan
mencela keadaan. Bercerminlah pada kondisi yang ada sebagai gambaran diri anda
sendiri. Apa yang sudah anda lakukan? Maka tepat sekali ungkapan Imam Syafi’i
dengan bahasa hikmahnya, “Kita mencela zaman padahal kehinaan ada pada kita.
Sungguh, di zaman kita, tak ada kehinaan selain kita. Tetapi, kita telah
menghina zaman yang tak berdosa.”
19. Tutuplah mata anda dari
melihat kekurangan yang ada pada pribadi guru-guru anda. Sebab, jika anda
selalu membuka mata atas kekurangan dan kesalahan mereka, anda tak akan bisa
mengambil pelajaran dari mereka. Yang terpenting bagi seorang murid adalah
mampu menjaga etika dan berlaku sopan, memuliakan para gurunya sebagaimana para
‘alim berhak menerimanya. Bukan berarti anda mengkultuskan mereka, melainkan
karena posisi mereka yang memang lebih tinggi dan lebih utama dibanding anda.
20. Ada orang kerja keras
“banting tulang” tapi hasilnya hanya sedikit. Ada orang kerja santai sambil
berleha-leha tapi hartanya berlimpah. Keadilan Tuhan jangan diukur dengan
selera keadilan kita. Kesuksesan dan kegagalan hanyalah bayang-bayang. Yang
terpenting ialah bagaimana kita bisa memaknainya sebagai sarana menuju kebahagiaan
sejati.
21. Betapa menderita
seseorang yang selalu mendengar apa kata orang tentang dirinya, hingga ia
berhenti dari amal kebaikan yang sedang ditekuninya. Lebih menderita lagi orang
yang tak pernah mau tahu apa kata Allah tentang dirinya, hingga ia tak mau
berhenti dari amal keburukan yang tengah digandrunginya.
22. Jadilah anda di atas
jalan kebenaran sebagai seorang yang berilmu dan beramal. Kalau tidak bisa,
maka jadilah seorang pencari ilmu (pembelajar). Kalau tidak bisa, maka jadilah
pendengar yang setia. Kalau tidak bisa, maka jadilah seorang simpatisan (kepada
pejuang kebenaran). Kalau tidak bisa juga, maka setidaknya janganlah menjadi
penentang apalagi musuh bagi para pejuang kebenaran. Dan kalau masih juga tidak
bisa, maka sebenarnya anda ini mau jadi apa?
23. Jika
ada seseorang yang berbuat baik kepada anda dengan begitu tulus, maka
benih-benih cinta kepadanya akan tumbuh di hati anda. Tapi anda lupa bahwa
Allah telah memberi anda kebaikan yang paling besar sempurna dari ujung rambut
sampai ujung kaki, serta melimpahkan kebaikan-kebaikan yang tersedia di alam
semesta, semua telah ditundukkan-Nya bagi anda, sedangkan Dia tak pernah butuh
balasan. Maka tidakkah sepatutnya cinta yang terbesar hanya anda tujukan
kepada-Nya?
24. Selalu mencari-cari
kesalahan dan kekurangan orang untuk menjatuhkan mereka di depan umum bukanlah
sikap terpuji. Tapi membiarkan kesalahan dan kekurangan orang yang ada di depan
mata padahal memiliki kemampuan untuk meluruskannya adalah di antara bentuk
keterbelengguan hati.
25. Ketika seorang pemimpin
atau guru banyak mengeluhkan ketidakdewasaan pengikut atau muridnya, kemudian
mendesak-desak mereka agar mau bersikap dewasa kepadanya, maka sebenarnya dia
itu belum dewasa. Ini perkara yang mirip dengan seorang pejabat yang meminta
kepada rakyatnya dengan memelas, “Tolonglah rakyat jangan terlalu banyak
menuntut, mengertilah sedikit akan beban yang saya rasakan, pekerjaan saya
sudah terlalu banyak, tolong jangan buat saya tambah pusing!”.
26. Seorang yang senyuman
di hatinya mendahului senyuman di wajahnya adalah ia yang membahagiakan untuk
disahabati, meskipun ia berada di tempat yang jauh dan belum lagi tersenyum
padamu. Adapun seorang yang kebencian di hatinya mendahului kebencian di
wajahnya adalah ia yang menderitakan untuk diakrabi, sekalipun ia selalu
tersenyum dan menampakkan kebaikannya saat berada di dekatmu.
27. Tidak ada hinanya jadi
orang kampung, yang hina adalah jika orang kampung pergi ke kota dan kehilangan
harga dirinya di sana, lebih tragis lagi jika harga diri itu sudah hilang
sebelum ia pergi ke kota. Dan tidak ada mulianya menjadi orang kota, yang mulia
adalah jika orang kota tidak merasa lebih utama daripada orang kampung, lebih
mulia lagi jika perasaan itu sudah ada sebelum ia menginjakkan kakinya di suatu
kampung.
28. Tidak ada hinanya jadi
orang miskin, yang hina adalah jika orang miskin bertemu orang kaya lalu ia pun
kehilangan harga dirinya. Lebih tragis lagi jika harga diri itu sudah hilang
sebelum ia bertemu orang kaya. Dan tidak ada mulianya jadi orang kaya, yang
mulia adalah jika orang kaya tidak merasa lebih utama daripada orang miskin.
Lebih mulia lagi jika perasaan itu sudah ada sebelum ia bertemu dengan orang
miskin. Di mata orang yang tercerahkan tak lagi ada masalah mengenai perkara
semacam itu.
29. Keberhasilan yang
membahagiakan adalah keberhasilan yang anda rasakan sebagai buah kesabaran
menempuh kesulitan-kesulitan dalam pengerjaan proyek kebaikan yang telah anda
niatkan sebagai pendekatan diri kepada-Nya.
30. Sungguh aneh manusia
itu. Seringkali ia bersedih dan menangisi sesuatu yang sebenarnya bukan
miliknya ketika sesuatu itu menghilang darinya. Sebaliknya ia seringkali abai
dan menyia-nyiakan sesuatu yang menjadi miliknya ketika sesuatu itu masih
berada di sisinya. Kelak ia akan mengabaikan sesuatu yang bukan miliknya itu
dan menangisi sesuatu yang merupakan miliknya, saat mana tiada lagi kematian.
31. Kebahagiaan sejati tak
pernah mau mengambil kekayaan, kedudukan, popularitas dan segala
pernik-perniknya sebagai variabel yang selalu identik melekat padanya.
Sementara, kemiskinan dan kepahitan cobaan hidup bukanlah sesuatu yang selalu
menderitakan.
32. Persangkaan buruk
seorang murid terhadap gurunya atau seorang pengikut terhadap pemimpinnya hanya
akan merugikan dirinya sendiri. Namun persangkaan buruk seorang guru kepada
muridnya atau seorang pemimpin kepada pengikutnya berpotensi membawa kerugian
bagi dirinya sendiri dan terhadap murid atau pengikut yang dia prasangkai itu.
33. Jangan kecewa jika
usaha yang maksimal belum juga membuahkan hasil yang diharapkan. Seringkali
kekecewaan terhadap apa yang ada menjadi pangkal ketidaksyukuran. Namun jangan
terlalu berpuas diri jika usaha yang biasa-biasa saja membuahkan hasil yang
luar biasa. Seringkali kepuasan diri yang berlebihan menyebabkan keberhentian
amal, terlena dalam kesenangan. Selalulah curigai diri sendiri bahwa apa-apa
yang diusahakan belum mencapai batas maksimal potensi yang ada, dan hal itu
juga merupakan ketidaksyukuran.
34. Senyum yang berbingkai
ketulusan hati kepada sesama adalah senyum yang tak berhenti mengembang ketika
berpisah setelah sekilas wajah bersitatap. Sedangkan senyum yang berbungkus
keterpaksaan adalah senyum yang segera menghilang setelah sekilas senyum itu
disunggingkan kepada sesama sekalipun wajah masih bersitatap.
35. Persepsi negatif,
prasangka, atau pandangan buruk orang lain tentang diri kita kerapkali
merupakan kendaraan yang diberikan Allah kepada kita untuk menuju keindahan
rasa ikhlas dan ridha kepada-Nya.
36. Seiring bergeraknya
usia, bertumbuhnya peran, beralihnya episode dan lembar kehidupan, maka
bertambahlah peluang mencintai dan dicintai. Tapi sebaliknya juga bertambah
pula peluang membenci dan dibenci. Semua itu adalah ujian dan tabiat kehidupan.
Menjadi aneh jika seseorang tidak semakin dewasa dalam menempuhnya.
37. Janganlah anda terkejut
dengan perubahan pada dunia ini dan orang-orang di sekitar anda. Sebab, semua
itu memang menjadi kepantasan dalam kehidupan. Kebahagiaan anda harus tidak
bergantung pada dunia dan orang-orang tersebut, bahkan tidak juga pada diri
anda sendiri.
38. Kepandaian membaca teks
tanpa kepandaian membaca konteks akan memunculkan kejumudan, kaku dan mudah
menghakimi.
39. Perjuangan hidup akan
menemukan maknanya jika kita berada di tempat dan suasana yang kita rasa kurang
nyaman. Di sanalah pengorbanan dirasakan, bukan pada tempat dan suasana yang
menyamankan selera kita.
40. Jika anda ditempatkan
di lingkungan yang lebih baik daripada keadaan anda, itu artinya anda sedang
diperbaiki. Tapi jika anda ditempatkan di lingkungan yang tidak lebih baik
menurut ukuran anda dan anda pun tak bisa mengelak darinya, maka itu artinya
anda dituntut melakukan perbaikan. Selalulah menjadi orang baik yang melakukan
perbaikan.